Oleh :
Akhmad Hadian Lukita
(Direktur Utama PT LIB)
Sah! Izin keramaian untuk pelaksanaan dua kompetisi strata tertinggi, Liga 1 dan Liga 2 2021/2022 akhirnya turun. Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si telah mengumumkannya secara langsung di Jakarta, Senin (31/5).
Senang? Tentu, guys! Ini yang ditunggu banyak pihak. Bukan hanya kami sebagai operator kompetisi Liga 1 dan Liga 2 2021/2022, tapi banyak sosok lain yang akan bungah. Klub, pemain, pelatih, wasit, match commissioner atau pengawas pertandingan.
Bisa jadi figur lain seperti penjaga dan perawat stadion, pengelola sekolah sepak bola (SSB), pengamat sepak bola, jurnalis, fotografer, juga senang dengan kabar ini. Intinya, ini menjadi kebahagiaan bersama.

Tapi, tunggu dulu. Jangan off-side. Boleh-boleh saja senang dengan turunnya izin tersebut, namun pantang berlebihan.
Diakui atau tidak, sejatinya ada beban yang cukup berat dibalik turunnya izin keramaian tersebut. Dan, beban itu menjadi tanggung jawab bersama. Tanggung jawab semua yang terlibat di sepak bola nasional. Tanpa kecuali.
Logikanya begini. Seperti yang diketahui, publik menilai perhelatan Piala Menpora 2021 layak untuk dinilai sukses. Sukses bagi semua peserta, sukses pula memberikan hiburan buat publik setelah setahun lamanya sepak bola Indonesia vakum (karena pandemi Covid-19, red).

Sudut pandang keberhasilan itu pasti beragam dan normatif. Ada yang melihatnya dari keberhasilan dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, lalu semua laga bisa ditonton gratis, tak sedikit pula yang melihatnya dari urusan teknis.
Contohnya, dari turnamen Piala Menpora 2021, banyak bermunculan pemain muda potensial. Fakta lain, dari turnamen pra musim itu, ada beberapa klub yang hanya menurunkan pemain lokalnya saja ternyata bisa bersaing.
Bisa juga menelisik bahwa fenomena tentang masih ada pemain-pemain lokal yang sejatinya sudah berumur di atas 30 tahun, tetapi masih bisa menjadi andalan tim. Pemain-pemain uzur itu, selalu diturunkan di tiap pertandingan. Seperti judul lagu legendaris itu; tua-tua keladi.
Semua bisa dibenarkan. Memang ada faktanya.
Nah, beragam parameter kesuksesan, mau tak mau, publik akan menunjukkan ekspektasi lebih untuk perhelatan Liga 1 dan Liga 2 2021/2022. Semua berharap apa yang tersaji di Piala Menpora 2021 bisa dilanjutkan.
Syukur, bisa dinaikkan ‘levelnya.’

Apakah harapan itu bisa diwujudkan? Sangat mungkin terjadi. Tergantung dari kepedulian kita semua. Kepedulian dari stake holder sepak bola Indonesia.
Bisa jadi, pada awal kompetisi Liga 1 dan Liga 2 2021/2022 nanti, akan digelar tanpa penonton. Di situlah, kedewasaan suporter akan sangat dibutuhkan. Dukungan dari rumah, tidak datang ke stadion dan tidak menggelar nonton bareng, akan sangat menentukan pada status kompetisi.
Bisa jadi, kelak, andai diizinkan dengan penonton dalam jumlah terbatas, maka kesadaran dan kepedulian masyarakat juga akan menunjukkan efek yang besar. Tidak menutup kemungkinan, akan ada persyaratan yang ketat bagi penonton yang bisa masuk dan berada di dalam stadion.
Untuk pendukung tim yang tidak bisa datang ke stadion karena keterbatasan, ya mohon tidak memaksakan diri. Sekali lagi, cukup dukung dari rumah.

Bagi klub, beban itu akan terasa lebih berat. Bagaimana pun, menerapkan prokes dengan standar yang sama dengan Piala Menpora 2021, bukan pekerjaan yang mudah. Butuh komitmen tinggi dan perencanaan yang matang untuk bisa konsisten mematuhinya. Ingat, kompetisi akan berlangsung lama. Sekitar 10 bulan. Bukan 35 hari seperti halnya Piala Menpora 2021.
Bagi pemain, bebannya tak kalah berat. Selain disiplin prokes untuk diri sendiri, mereka adalah panutan, juga perhatian publik. Dalam situasi yang masih pandemi covid-19, pemain adalah influencer yang tepat untuk kampanye prokes.
Satu lagi, soal daya tarik kompetisi, diyakini masih memikat. Keputusan PSSI yang memastikan tetap ada promosi dan degradasi di Liga 1 dan Liga 2 2021/2022 terbukti mendapatkan animo yang positif dari publik dan pendukung tim. Terutama dari pendukung tim dari klub-klub Liga 2 yang belakangan tengah ‘naik daun.’
Singkat cerita, itulah bagian dari deretan beban dan tanggung jawab semua elemen di kompetisi nanti. Turunnya izin dari Mabes POLRI, sekali lagi, harus disikapi secara bijak dan optimisme tinggi.
Konsentrasi berikutnya, akankah semua pelaku sepak bola sanggup menjaga kepercayaan dari Mabes POLRI tersebut?
Monggo, kita renungkan. Jika di turnamen kita bisa menjaganya, harusnya di kompetisi kita bisa melakukan hal yang sama.
Semua menjadi tanggung jawab kita bersama.