Oleh: Eko Rahmawanto (Manager Media I.League)
SUDAH tiga klub yang memecat pelatih di BRI Super League 2025/26. Nasihat Michelangelo Rampulla ini patut didengar.
Michelangelo Rampulla kiper bagus. Tapi, dia sulit menembus posisi inti di Juventus. Saat dia baru berkembang, di sana ada Angelo Peruzzi, kiper legendaris La Vecchia Signora.
Begitu Peruzzi gantung sarung tangan, Juventus memiliki kiper muda: Gianluigi Buffon. Baik Peruzzi maupun Buffon adalah legenda si Nyonya Tua. Meski begitu, Rampulla termasuk kiper istimewa. Setidaknya soal kesetiaan. Dia menghabiskan hampir seluruh kariernya bersama Juventus.
Tapi, kini dia bingung sendiri terhadap Juventus. Klub raksasa itu jadi sering gonta-ganti pelatih. Dalam setahun, mereka bahkan berganti sampai tiga pelatih. Maret 2025, mereka memecat Thiago Motta. Sebagai gantinya, Igor Tudor didapuk menangani klub.
Awal November ini, Tudor bernasib sama seperti Motta. Juventus menunjuk Luciano Spalletti sebagai pelatih anyar. “Saya skeptis dengan manajemen saat ini. Terasa tidak terarah. Terlalu banyak jika dan rencana yang berubah-ubah. Padahal, mereka sudah memilih pelatih dengan rekam jejak yang jelas,” katanya.
Mengganti pelatih adalah jalan pintas klub untuk menyelamatkan muka. Hal serupa juga terjadi di Kompetisi BRI Super League. Hingga saat ini, sudah tiga klub yang berganti pelatih. Hingga kompetisi berakhir, hampir bisa dipastikan deretannya akan bertambah.
Semen Padang memecat Eduardo Almeida dan menggantinya dengan Dejan Antonic. Dia diberhentikan setelah Kabau Sirah mengalami rentetan kekalahan. Tak lama berselang, langkah itu diikuti klub lainnya, PSM Makassar. Bedanya, PSM ditinggal pelatihnya Bernardo Tavares. Tomas Trucha, pelatih asal Republik Ceko didapuk sebagai pengganti.
Teranyar, keputusan mengganti pelatih juga dilakukan Madura United FC. Mereka menunjuk Carlos Parreira menggantikan posisi Angel Alfredo Vera. Apa yang dikhawatirkan Rampulla itu, sepertinya tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di BRI Super League.
Pergantian pelatih terjadi tanpa memperhitungkan proyek jangka panjang klub. Pada beberapa sisi, pergantian pelatih di BRI Super League musim ini, bahkan patut dipertanyakan. Jangan-jangan, pergantian terjadi hanya karena kekalahan beruntun. Jangan-jangan, pergantian pelatih tak membuahkan hasil yang diinginkan.
Dalam kasus terakhir ini, apa yang terjadi di Semen Padang bisa jadi rujukan. Masuknya Dejan Antonic, faktanya, tak membuat klub Urang Awak itu bisa bangkit dari hasil buruk. Pelatih, tentu saja, jadi pihak yang bertanggung jawab secara teknik di klub.
Tapi, menyandarkan tanggung jawab soal hasil pertandingan semata-mata kepada pelatih, adalah tidak fair juga. Banyak hal yang berpengaruh terhadap performa klub.
Ironisnya, pergantian pelatih di BRI Super League, justru berlawanan dengan kebiasaan yang terjadi di klub-klub luar negeri. Jika ditanya siapa lawan yang paling sulit dikalahkan di kompetisi Eropa, misalnya, maka jawabannya adalah klub yang memiliki pelatih baru. Setidaknya di 1-2 pertandingan pertama.
Banyak hal jadi penyebab. Pelatih tentu ingin menandai laga perdananya dengan kemenangan. Pemain pun ingin menunjukkan performa menawan di mata pelatih anyar. Sudah pasti, tujuannya adalah agar bisa jadi starter reguler.
Hal itu tidak terjadi di Semen Padang, misalnya. Dejan Antonic tak mampu menghindarkan klub tersebut dari rentetan kekalahan beruntun. Sejak ditangani Antonic, empat kali tampil, empat kali Semen Padang menderita kekalahan.
Salah pilih pelatih? Bisa jadi. Antonic pelatih yang paham sepak bola Indonesia. Dia pernah berkecimpung di kompetisi ini, baik sebagai pemain maupun pelatih. Tapi faktanya, setelah berhasil bersama Arema FC, dia tak pernah bisa memberi harapan besar bagi klubnya.
Itu sebabnya dia menyudahi kebersamaan dengan Persib Bandung, PS Barito Putera, hingga Borneo FC Samarinda, lebih cepat dari masa kontrak.
Kegagalan bersama Persib menjadi salah satu hal yang paling memalukan. Dia tak mampu membawa Maung Bandung bersaing, meski dijejali banyak pemain bintang.
Maka, sebenarnya, sebuah kompetisi, termasuk BRI Super League, mestinya tak dipandang klub semata sebagai sebuah persaingan; memperebutkan trofi juara atau menghindari degradasi. Kompetisi harus dilihat juga sebagai ajang untuk mematangkan tim, mendewasakan pemain.
Apakah Semen Padang, PSM Makassar, atau Madura United akan menyusul langkah mantan klub Rampulla, yakni berganti pelatih hingga tiga kali dalam setahun, menjadi hal yang menarik untuk ditunggu.