BORNEO FC Samarinda tancap gas di awal musim BRI Super League 2025/26. Mungkinkah mereka menjelma menjadi The Invincibles?
Stadion Segiri, Samarinda, Senin 22 September 2025. Tujuh menit sudah waktu tambahan duel Borneo FC Samarinda menjamu Persis Solo berlangsung.
Tinggal menunggu detik-detik wasit meniup peluit panjang, Mariano Peralta berlari ke rusuk kanan pertahanan Persis, mengejar bola. Nyaris tanpa terkawal, kaki kanannya menendang bola. Hanya Peralta yang tahu, apakah tendangannya itu umpan atau memang diarahkan langsung ke gawang.
Yang publik tahu adalah bola masuk ke gawang Muhammad Riyandi. Seorang pemain Borneo FC berupaya menyundul bola. Tapi luput. Riyandi pun terkecoh.
Gol di detik-detik terakhir itu membuat awal musim yang berkilau bagi Borneo FC. Mereka bukan hanya satu-satunya klub yang belum terkalahkan di BRI Super League musim 2025/26. Pesut Etam menjadi klub tunggal yang memenangi seluruh lima laga.
Adakah klub yang begitu digdaya, memenangkan seluruh lima laga di awal musim? Ada, tapi tak banyak. Di Premier League Inggris, misalnya, Liverpool membukukan hal serupa seperti Borneo FC. Tapi, sekali lagi, tidak banyak. Di Perancis, AS Monaco dan PSG sudah pernah kalah. Di Bundesliga Jerman, Bayern Munchen juga sapu bersih, tapi baru empat laga.
Di Belanda, Feyenoord tertahan di laga keenam. Hanya Borneo FC, Liverpool, dan Real Madrid di La Liga, yang belum kehilangan poin setelah menyelesaikan lima pertandingan awal.
Borneo FC pun pantas diposisikan sebagai kandidat juara BRI Super League. Kaget? Tak perlu. Borneo FC Samarinda adalah klub dengan langkah konstan di BRI Super League. Cenderung taktis. Itu yang membuat mereka selalu bisa bersaing sepanjang zaman.
Musim lalu, mereka berpisah dengan Pieter Huistra, pelatih yang hampir tiga musim menukangi Pesut Etam. Joaquin Gomez, pelatih asal Spanyol, hanyalah pelatih sementara. Sebab, musim ini Borneo FC sudah menyiapkan Fabio Lefundes sebagai pelatihnya.
Seiring kedatangan Lefundes, perubahan skuat juga terjadi. Sejumlah pemain bintang hengkang. Mulai dari Stefano Lilipaly, Matheus Pato, Ronaldo Rodrigues, Gabriel Furtado, hingga Berguinho.
Mereka bukan berburu pemain bintang, seperti klub lain. Borneo FC menguber pemain yang dibutuhkan tim. Maka, muncullah nama-nama: Joel Vinicius, Juan Felipe Villa, Maicon, Aldair Simanca, Douglas Coutinho, hingga Caxambu.
Tugas Lefundes menjadi lebih ringan karena tak lagi meramu begitu banyak corak pemainan. Sumber kekuatannya, selain pemain lokal, adalah pemain-pemain Brasil dan Kolombia. Tak terlalu susah memadukannya.
Itu salah satu sebab kenapa Borneo FC bisa langsung tancap gas. Tak seperti klub-klub kaya lain yang butuh waktu lebih lama untuk memadukan pemain. Semua itu, kemudian, terpampang nyata dari performa awal Borneo FC. Lima kemenangan mereka torehkan. Bhayangkara Presisi Lampung FC, PSBS Biak, Persijap Jepara, PSIM Yogyakarta, dan Persis Solo jadi korbannya.
Ini memang baru di awal musim. Borneo FC belum menghadapi lawan-lawan berat. Lawan mereka baru kelas medioker. Salah satu ujian sesungguhnya Borneo FC di awal musim, yakni laga lawan juara bertahan Persib, tertunda.
Tapi, situasi ini membuat Borneo FC memiliki peluang untuk dua hal. Pertama, bersaing di papan atas memperebutkan gelar juara, hingga akhir musim.
Soal ini, Borneo FC punya pengalaman bagus. Dua musim sebelumnya, tepatnya musim 2023/24, jika kompetisi berjalan dengan format yang normal, Borneo FC sudah bisa meraih gelar juara liga untuk pertama kalinya.
Mereka menyudahi kompetisi reguler dengan poin tertinggi. Bahkan, sudah dipastikan menjadi pemuncak klasemen akhir saat kompetisi masih menyisakan 4-5 laga.
Hanya saja, kompetisi digelar dengan dua jalur saat itu. Kecuali kompetisi reguler, ada pula playoff. Di sinilah Boneo FC tersingkir. Mereka kalah dari Madura United FC, memberi jalan bagi Persib Bandung meraih gelar.
Kedua, dan ini yang istimewa, Borneo FC menjadi satu-satunya klub BRI Super League yang masih punya peluang juara dengan sebutan the Invincibles.
The Invincibles adalah julukan bagi peraih gelar juara yang tak terkalahkan dalam semusim. Julukan itu pertama kali disematkan untuk Preston North End pada Kompetisi Liga Inggris musim 1888-1889.
Lebih seabad setelah itu, julukan tersebut juga dipasangkan untuk Arsenal, klub yang kala itu diasuh Arsene Wenger, saat menjuarai English Premier League 2003-2004 tanpa terkalahkan.
Mungkinkah? Mungkin saja. Arsenal, ketika didapuk sebagai the Invincible, tidaklah mengawali musim dengan secemerlang Borneo FC. Mereka bahkan sudah kehilangan dua poin di laga kelima, saat dipaksa Portsmouth imbang 1-1, melalui gol penyama Teddy Sheringham.
Jika Arsenal, juga Preston North End sebelumnya bisa, kenapa Borneo FC tidak? Jika mampu mewujudkannya, Pesut Etam tak hanya menggoyahkan dominasi klub-klub daratan Jawa, melainkan juga mencatat sejarah baru dalam tataran kompetisi kasta tertinggi di Indonesia. (era)