3 Keistimewaan PSIM Yogyakarta Musim Ini

3 Keistimewaan PSIM Yogyakarta Musim Ini

30 September 2025

BRI SUPER LEAGUE 2025-26 PSIM YOGYAKARTA

JAKARTA - BRI Super League musim 2025/26 menghadirkan cerita baru yang mengejutkan banyak pihak. PSIM Yogyakarta, yang berstatus tim promosi dan diragukan bisa bersaing di papan atas, kini menjelma menjadi tim yang paling menyita perhatian. 

Hingga pekan ke-7, Laskar Mataram sudah mengoleksi 12 poin dari tujuh laga, hasil dari tiga kemenangan, tiga imbang, dan sekali merasakan kekalahan. Catatan ini menempatkan mereka di posisi dua klasemen sementara, sejajar dengan tim-tim papan atas favorit juara.

Performa PSIM kian menarik karena diraih dengan cara yang meyakinkan. Mereka menahan imbang Persib Bandung dan Arema FC dengan skor 1-1, mengalahkan Persebaya Surabaya 1-0 di Stadion Gelora Bung Tomo, serta mencuri kemenangan dramatis 3-1 atas Bali United FC.

Fakta menarik lain, PSIM menjadi satu dari sedikit tim yang belum terkalahkan di laga tandang sejauh ini. Di balik catatan tersebut, ada kombinasi faktor teknis, taktis, hingga atmosfer di luar lapangan yang saling menopang. PSIM bukan sekadar tim yang beruntung, melainkan kesebelasan dengan fondasi kuat yang sedang menuju fase baru dalam sejarah panjang mereka.

Kebangkitan PSIM musim ini tidak bisa dilepaskan dari tiga faktor utama: strategi pelatih yang matang, kontribusi skuat muda penuh energi, serta dukungan fanatisme suporter. Tiga elemen inilah yang membuat Laskar Mataram bukan hanya sekadar kuda hitam, tapi kandidat serius untuk terus bertahan di papan atas.

1. Strategi Pelatih yang Matang
Di balik performa impresif PSIM, nama pelatih mereka, Jean-Paul van Gastel, kerap disebut sebagai arsitek kebangkitan. Berbeda dengan musim lalu, ia kini berani memainkan formasi yang lebih fleksibel, berganti dari 4-3-3 ke 4-2-3-1 sesuai karakter lawan.

Strategi ini membuat PSIM sulit ditebak. Saat menghadapi tim dengan serangan sayap cepat, mereka menumpuk gelandang untuk mempersempit ruang. Sebaliknya, ketika melawan tim bertahan rapat, van Gastel memberi kebebasan lebih pada wing-back untuk naik membantu serangan. Hasilnya terlihat nyata: PSIM mampu mencetak gol ke gawang tim besar sekaligus menjaga rapatnya lini belakang.

"Ya, saya sangat puas. Selain itu, salah satu prinsip saya adalah jika kita bisa menang, kita tidak kalah. Jadi saya pikir tim saya telah mengikuti prinsip ini," ujar Jean-Paul van Gastel.

"Saya pikir mungkin kami seharusnya bermain pada malam hari, pukul tujuh. Mungkin itu akan lebih baik bagi kita, menurut data," lanjut pelatih asal Belanda tersebut.

2. Skuat Muda Penuh Energi
Regenerasi yang dilakukan PSIM musim ini juga menuai hasil positif. Cahya Supriadi (22 tahun) adalah representasi nyata betapa mereka betul-betul memanfaatkan tenaga muda yang tak gentar, ngotot, dan selalu berusaha keras.

Energi pemain muda ini berpadu dengan pengalaman pemain senior seperti kapten Reva Adi dan gelandang asing Ze Valente. Perpaduan tersebut menciptakan harmoni: yang muda menyumbang kecepatan dan agresivitas, yang senior menambahkan ketenangan serta pengalaman.

Menariknya, PSIM tak hanya mengandalkan akademi sendiri, tapi juga berani merekrut talenta muda dari klub lain yang kurang mendapat menit bermain. Kebijakan ini tak hanya menambah kedalaman skuat, tapi juga menciptakan kompetisi sehat di dalam tim.

"Saya tidak berharap kami mendapat hasil tidak bagus, tapi itu mungkin terjadi karena sepak bola berjalan dalam gelombang," sebut Jean-Paul van Gastel.

"Sekarang kita berada dalam gelombang yang naik. Tapi pasti akan ada saatnya gelombang itu turun. Tapi itu tidak membuatku menjadi pelatih yang berbeda."

3. Dukungan Suporter yang Meledak
Tak bisa dipungkiri, faktor eksternal terbesar PSIM musim ini datang dari tribun penonton. Brajamusti dan The Maident, dua kelompok suporter besar PSIM, tetap setia memadati Stadion Sultan Agung, Bantul.

Dukungan ini bukan hanya soal jumlah, tapi juga intensitas. Para pemain PSIM sering menyebut atmosfer stadion sebagai “tenaga tambahan” di menit-menit krusial.

Di sisi lain, kehadiran suporter juga menumbuhkan rasa tanggung jawab lebih besar di antara pemain. Mereka tahu, ribuan orang datang bukan sekadar menonton, tapi mempercayakan harapan. Motivasi itu mendorong PSIM untuk tampil disiplin, bahkan ketika tertinggal.

"Anda bergantung pada beberapa hal. Oleh karena itu, saya berharap dan kami sedang bekerja untuk konsistensi tim agar kami berusaha tampil di level tertentu dalam setiap pertandingan," sambung eks pelatih NAC Breda itu.