PERTAHANAN efektif salah satu jalan menuju kemenangan. Jose Mourinho, Shin Tae-yong, dan teranyar Eduardo Almeida membuktikan itu.
Jose Mourinho bukan sekadar pelatih yang berhasil menemukan sistem pertahanan efektif. Dia juga menemukan istilah untuk itu: parkir bus. Tak heran, parkir bus jadi sinonim untuk pelatih Portugal itu.
Istilah parkir bus mulai mencuat sejak 2004. Kala itu, Mourinho kesal dengan hasil imbang Chelsea vs Tottenham Hotspur tanpa gol di Premier League. Dia menuding lawan main terlalu bertahan.
“Sebagaimana saya katakan, di Portugal mereka membawa bus dan meninggalkannya di depan gawang,” katanya menyindir Tottenham.
“Jika saya suporter, saya pun pastinya frustrasi membayar tiket 50 pound untuk menyaksikan pertandingan ini karena Spurs datang untuk bertahan,” tambahnya.
Dia lupa, cara bermain seperti itu pulalah yang mengantarnya sukses di Chelsea pada kisaran 2004 hingga 2007. Dia membawa Chelsea juara back to back Premier League, memenangi satu Piala FA dan dua Piala Liga. Chelsea musim itu menjadi klub dengan clean sheet terbanyak, 15 kali, dan hanya kalah sekali musim itu.
Pun saat di Inter Milan. Salah satunya ketika mengalahkan Barcelona di semi final Liga Champions. Dia bahkan menyebut bukan lagi parkir pus, melainkan pesawat.
Tapi, sebagai pelatih populis, dia selalu punya alasan. Dia bertahan total karena dua hal. “Karena kami bermain hanya dengan 10 orang dan kedua kami mengalahkan mereka 3-1 di San Siro,” katanya.
Tujuan tampil di pertandingan sepak bola itu sederhana: mencetak lebih banyak gol jika dibandingkan dengan lawan. Tak semua klub kaya penyerang yang bisa mengadopsi gaya menyerang frontal setiap pekan.
Banyak pelatih yang realistis. Bahkan saat klubnya dijejali pemain-pemain terbaik, pilihan strateginya adalah safety-first lebih dulu. Mereka bersikap pragmatis, memprioritaskan clean sheet sambil mencari peluang memukul lawan.
Parkir bus adalah sistem di mana sebuah tim mengoperasikan banyak pemain bertahan begitu kehilangan bola. Sistem ini mengurangi risiko saat mendapat serangan balik dari lawan.
Parkir bus juga bisa menghadirkan frustrasi di pihak lawan. Mereka kesulitan mencari ruang untuk menciptakan peluang. Tak heran, banyak tim yang kemudian mengatasinya dengan melepaskan tendangan jarak jauh.
Apakah Shin Tae-yong, saat menangani timnas Indonesia menggunakan parkir bus atau tidak, bisa jadi bahan perdebatan. Hanya saja, dia terbukti mampu menghadirkan permainan yang efektif. Meredam serangan lawan dan memukul mereka melalui serangan balik.
Permainan Indonesia tidaklah bisa disebut mengesankan. Tapi, siapa yang bisa membantah, baru di era Shin Tae-yong, Indonesia bisa mengalahkan Arab Saudi, mengimbangi Australia, dan lolos ke kualifikasi akhir Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Itu sebabnya, begitu diberi tugas menangani Indonesia, salah satu fokusnya adalah memperbaiki fisik pemain. Mereka harus bisa bermain selama 90 menit. Bukan sekadar bermain, tapi juga bertempur.
Betapapun menahan gempuran lawan, kondisi fisik pemain harus prima. Itulah yang ditunjukkan Jay Idzes, Rizky Ridho, Justin Hubner di jantung pertahanan. Seperti punya napas kedua di lapangan.
Percaya atau tidak, gaya bermain seperti itu juga dimunculkan Semen Padang FC pada laga kedua BRI Super League 2025/26 menghadapi Dewa United Banten FC. Pertahanan yang efektif, ketat, lugas, dan kemudian menghajar lawan di saat-saat lengah.
Dalam pertandingan itu, kuartet lini bertahan Angelo Meneses, Ribeiro Peixe, Zidane Afandi, dan Leo Guntara bertarung lugas. Dua gelandang bertahan, Al Hassan Wakaso serta Ripal Wahyudi, mengisi ruang-ruang di lini belakang sehingga sulit ditembus Dewa United.
Dalam satu masa, Semen Padang seperti hanya menyisakan Bruno Gomes di lini depan. Cornelius Stewart dan Firman Juliansyah bahkan lebih banyak menghabiskan waktu membantu pertahanan.
Cara bermain seperti itu yang membuat Dewa United frustrasi. Padahal, mereka punya Alex Martins, mesin gol subur musim lalu. Belum lagi Egy Maulana Vikri dan Taisei Marukawa. Pergerakan mereka paling jauh hanya masuk ke kotak penalti dan lalu gagal menyelesaikan serangan.
Menarik untuk disimak statistik, betapa sepanjang pertandingan, Dewa United, klub bertabur bintang itu, gagal melepaskan satu shot on target pun. Sebaliknya, Semen Padang bisa melakukannya bahkan sampai tujuh kali.
Pertahanan yang lugas dan efektif adalah modal dasar Semen Padang menaklukkan Dewa United. Modal lainnya tentu saja serangan sporadis tajam yang pada akhirnya menghasilkan dua gol.
Padahal, musim lalu, lini belakang mereka jadi bulan-bulanan Dewa United. Dua kali bertemu, 14 gol bersarang di gawang Kabau Sirah. Delapan gol saat menjamu lawan di Stadion Haji Agus Salim, enam gol lainnya saat bermain di kandang Dewa United.
Tidaklah mengherankan, keberhasilan Semen Padang mengalahkan Dewa United di pekan kedua BRI Super League, adalah kejutan terbesar. Melampaui kemenangan Persijap Jepara terhadap Persib Bandung.
Hukum pertandingan sepak bola adalah pemenang ditentukan oleh siapa yang lebih banyak mencetak gol dibandingkan lawan. Semen Padang membuktikan dengan gaya bertahan yang bermartabat, mereka bisa membalikkan nasib buruk menjadi kemenangan mengesankan. (era)